Capaian pembelajaran ibarat navigasi
Acuan yang membimbing peserta didik mencapai hasil akhir
Para guru diarahkan ke jalan yang harus diikuti
Anak tersadarkan tentang apa yang akan mereka capai
Integritas pengetahuan keterampilan dan sikap
Arah yang diberikan sesuai dengan perkembangan anak
Nilai Agama fisik-motorik emosional bahasa dan kognitif
Pendidikan yang memerdekakan
Elemen dipetakan sesuai perkembangan peserta didik
Memuat sekumpulan kompetensi dan lingkup materi yang tersusun komperhensif
Bersama kriteria penilaian mengidentifikasi tujuan belajar yang terarah
Eksplorasi elaborasi dan konfirmasi bagai mata rantai
Layanan Pendidikan sesuai hak anak
Anak menjadi pusat pembelajaran
Jenjang PAUD pada fase pondasi
Akhir capaian menjadi titik awal di jenjang Sekolah Dasar
Rasional dirumuskannya capaian perkembangan
Agar anak mampu membangun kesenangan belajar
Nilai Agama dan budi pekerti jati diri literasi dan STEAM
Profil pelajar Pancasila dalam paradigma pembelajaran baru
Anak distimulasi percaya diri dan bereksplorasi
Untuk mewujudkan kompetensi dan karakter yang sesuai
Dukungan lingkungan belajar memastikan potensi anak terwujud
Garut, 7 Agustus 2021
Ditulis saat mengikuti Diklat Penguatan Komite Pembelajaran Program Sekolah Penggerak Angkatan 1
Puisi akrostik diartikan sebagai salah satu karya sastra berbentuk puisi atau sajak yang menyusun sebuah nama atau kata, dengan huruf pertama tiap baris dibaca menurun vertikal.
Kamis, 16 Juni 2022
CITA-CITA (repost, sebuah catatan di akhir tahun ajaran 2013/2014)
“Susan, Susan, Susan, sudah besar mau jadi apa? Aku kepingin pinter biar jadi dokter.” Begitu sebagian syair lagu anak-anak yang dibawakan Ka Ria Enes bersama boneka Susan. Lagu tersebut menggambarkan bagaimana anak usia dini sudah mempunyai cita-cita.
Anak-anak usia 4-6 tahun, umumnya sudah bisa menyebutkan ingin menjadi apa ketika mereka besar kelak. Walaupun masih berubah-ubah, misal hari ini bilang cita-citanya ingin menjadi dokter besok bilang mau jadi polisi. Ketika melihat gurunya di sekolah, anak bilang ingin menjadi guru, dan saat yang berbeda anak bilang ingin menjadi presiden.
Dalam kurikulum PAUD yang bersifat tematik, ada tema “Pekerjaan”. Tema ini membahas berbagai macam pekerjaan/profesi. Anak-anak diajak untuk mengenal pekerjaan, mulai dari bercakap-cakap tentang pekerjaan orangtua mereka, pekerjaan yang mereka ketahui, sampai pekerjaan apa yang menjadi cita-cita mereka.
Cita-cita bisa menjadi motivasi belajar untuk anak. Ketika anak terlihat enggan belajar, lalu ditanyakan, “Kalau besar nanti mau jadi apa?” Misal anak menjawab mau jadi astronot. “Kalau mau jadi astronot, harus rajin belajar. Belajar yu...” Biasanya anak semangat lagi. Ada juga anak yang meminta penjelasan lebih jauh tentang hubungan belajar dengan cita-cita, maka sampaikan penjelasan dengan bahasa yang dipahami anak.
Pernah seorang anak yang enggan belajar menyebutkan cita-citanya ingin menjadi pemain bola. Ketika disampaikan bahwa pemain bola itu harus pandai supaya bisa mengerti strategi dan penjelasan dari pelatih, ia pun memahami dan kembali semangat belajar.
Ada seorang anak yang terlalu diplot oleh orangtuanya, ketika ditanya tentang apa cita-citanya. Dia menjawab, “Kumaha Mamah wé.” (Terserah maunya Mamah saja). Kalau seperti ini, maka anak akan kehilangan motivasi internal.
Tidak sedikit orangtua yang pernah punya cita-cita tetapi tidak kesampaian, akhirnya berambisi agar anaknya kelak bisa menjadi seseorang seperti apa dicita-citakannya dulu.
Sebagai orang tua atau pendidik, hendaknya tidak terlalu mengarahkan anak dalam memilih cita-cita. Biarkan saja anak bebas memilih cita-cita sesuai keinginannya. Tugas orang tua dan pendidik cukup memberi penjelasan tentang berbagai pekerjaan/profesi dan membantu mereka belajar untuk meraih cita-cita tersebut. Seiring perkembangan dan proses belajar, anak-anak pun akan memahami cita-cita apa yang ingin mereka raih.
Ilustrasi: Buku yang baru dibeli dan belum sempat dibaca
Sabtu, 11 Juni 2022
Penguatan Komite Pembelajaran 4 PSP1
Sabtu, 11 Juni 2022, Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan Penguatan Komite Pembelajaran 4 Program Sekolah Penggerak Angkatan 1 Tahun 2022. Kegiatan ini diikuti oleh Pelatih Ahli, Kepala Sekolah, Guru Komite Pembelajaran, dan Pengawas Sekolah. Dilaksanakan melalui moda luar jaringan (luring).Untuk Kabupaten Garut bertempat di SMPN 1 Garut, SMPN 2 Garut, dan SMAN 11 Garut. PSP1 Jenjang PAUD ditempatkan di SMPN 2 Garut.
Seperti biasa, diawali dengan Ceremonial Pembukaan, Pembelajaran Mandiri Terbimbing, Sesi Bersama Pelatih Ahli, diselingi Ice Breaking diakhiri dengan Penutup dan photo Bersama.
Pada sesi Pembelajaran Mandiri Terbimbing, pembukaan diisi dengan kegiatan pemantik, dilanjutkan Refleksi mulai dari diri, lalu Pembacaan dokumen bahan bacaan, dan Rancangan instrumen observasi kelas. Bahan bacaan mengantarkan pada Pola Pikir, bahwa pola pikir menentukan kesuksesan. Peserta diajak mengkaji bagaimana pola pikir menetap dan pola pikir berkembang. Sampai pada pokok bahasan PKP 4 yaitu Umpan Balik.
Tujuan umpan balik informatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada si penerima untuk mendengarkan pembelajaran selama berlatih. serta beberapa kebutuhan informasi yang perlu diketahui.
Lingkungan belajar yang positif dapat dibangun dengan menjadikan refleksi sebagai bagian dari proses rutin di komunitas praktisi, sehingga anggota komunitas terbiasa melakukan refleksi secara mandiri, begitu pula dengan memberikan dan menerima umpan balik. Terbuka terhadap umpan balik adalah karakteristik guru-guru yang dapat terus berkembang.
Lingkungan belajar yang positif akan mendukung proses belajar guru. Salah satu penerapan umpan balik bisa antara rekan sejawat. Hal itu bisa dilakukan dengan observasi kelas rekan sejawat untuk melihat bagaimana rekan guru melakukan pembelajaran di dalam kelas.
Tiba pada sesi Ice Breaking, Pelatih Ahli memberikan game seru yang memantik peserta untuk kreatif dan berpikir cerdas. Dengan begitu peserta siap mengikuti Kembali materi PKP berikutnya, yaitu Penguatan pemahaman terkait umpan balik, Simulasi studi kasus umpan balik, Refleksi, Rencana aksi nyata, Praktik baik, serta Evaluasi penguatan komite pembelajaran.
Tanpa terasa kegiatan PKP 4 pun berakhir. Menutup kegiatan dengan do’a lalu mencari spot untuk photo bersama.
Penulis adalah Kepala TK AR-ROJA Kabupaten Garut.
Senin, 06 Juni 2022
Memantaskan Diri Sebagai Sekolah Penggerak
Coba kita ingat kisah Cinderella, Si Upik Abu yang dipersunting Sang Pangeran.
Saat para perempuan seisi negri diundang ke pesta di Istana, semua memantaskan
diri untuk menghadiri acara bergengsi tersebut. Cinderella menyadari
keterbatasannya untuk pergi ke istana. Perempuan dengan paras yang cantik itu,
tidak mungkin berkesempatan bertemu Pangeran, jika tanpa bantuan Ibu Peri yang
memantaskan penampilan dirinya. Lalu apa hubungannya dengan PSP? Program Sekolah
Penggerak yang notabene mengedepankan kualitas SDM sekolah, membuka kesempatan
untuk semua sekolah dengan kondisi apapun. Pada kenyataannya, kualitas SDM saja
tidak cukup. Sebrilian apapun buah pemikiran dan sebagus apa pun program
dirancang, pada akhirnya tetap membutuhkan dukungan sarana dan prasarana yang
memadai. Seperti sebuah hukum alam, tetaplah sekolah dengan sarana prasarana
yang layak lebih pantas untuk dilirik. Benar keterbatasan membuat orang menjadi
kreatif. Begitulah sekolah dengan segala keterbatasan mampu menggiring warga
sekolah menjadi lebih kreatif. Tidak meratapi apa yang tidak dimiliki, tetapi
mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Kondisi ini mampu meberi motivasi untuk
terus berinovasi dan berkolaborasi. Pada saat yang sama, sekolah yang sudah
pantas secara fisik akan lebih fokus pada program tanpa harus terbagi pemikiran
untuk melengkapi sarana prasarana esensial. Maka wajarlah ketika ada momen
pemilihan duta Lembaga PSP, ada Lembaga yang sadar diri pada keberadaanya yang
jauh dari layak. Di sinilah kehadiran “Ibu Peri” diharapkan dapat membantu untuk
memantaskan diri Lembaga yang terpilih dalam Program Sekolah Penggerak namun
secara sarana prasarana masih di bawah standar. Lalu siapakah Ibu Peri yang
dimaksud? Tentu saja para pihak terkait yang dapat memberi bantuan dalam bentuk
regulasi atau bantuan secara fisik. Intervensi dari Lembaga Pemerintah, Dinas
Pendidikan, Pemda setempat, dan pihak swasta yang peduli Pendidikan, merekalah
pemilik tongkat Ibu Peri. Penulis adalah Kepala TK AR-ROJA Kabupaten Garut.
(Ilustrasi dari internet)
Langganan:
Postingan (Atom)